Negara “megadiversity” merupakan sebutan Indonesia saat ini. Dalam hal keanekaragaman hayati ini Indonesia memiliki 10% tumbuhan berbunga yang ada di dunia, 12% binatang menyusui, 16% reptilia dan amfibi, 17% burung, 25% ikan dan 15% serangga (Bappenas, 1993). Dalam dunia satwa Indonesia juga mempunyai tingkat endemisitas yang cukup istimewa, sekitar 500-600 jenis mamalia besar, 36% endemik; 35 jenis primata, 25% endemik; 78 jenis paruh bengkok, 40% endemik; dan dari 212 jenis kupu-kupu, 44% endemik. Keanekaragaman hayati Indonesia inilah yang saat ini hampir menyamai dengan Brazil dan Kolombia yang terkenal dengan keanekaragaman hayatinya.
Pada dasarnya keanekaragaman hayati yang ada dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein, hiasan dan lain sebagainya. Manfaat lain yang tak kalah penting adalah sebagai penyangga kehidupan. Satwa liar merupakan salah satu sumberdaya alam hayati yang dimiliki memiliki andil besar dalam kelangsungan alam ini. Khusus untuk satwa, jumlah jenis beberapa satwa di beberapa negara dunia, di Indonesia masih cukup tinggi. Dari jumlah jenis mamalia, Indonesia menempati urutan pertama sedangkan berturut-turut jenis burung dan reptilia menempati urutan empat dan tiga.
Hal ini tentunya akan lebih banyak lagi ditemukan jenis baru dengan adanya penelitia-penelitian dengan melihat peluang-peluang yang ada, misalnya di kawasan timur Indonesia, khususnya di Papua yang belum banyak dilakukan penelitian keanekargaman hayatinya.
Papua dengan luas sekitar 416.000 km2 merupakan daerah keanekaragaman hayati terkaya di kawasan Pasifik tropis. Hutan, terumbu karang dan tipe-tipe ekosistem mengandung kakayaan spesies yang besar. Menurut perkiraan para ahli di Irian Jaya (Papua) memiliki sekurang-kurangnya 20-25.000 jenis tumbuhan pembuluh, 164 jenis mamalia, 329 jenis reptilia dan amphibi, 650 jenis burung, 250 jenis ika air tawar dan 1200 jenis ikan laut, diperkirakan 150.000 jenis serangga. Keanekaragaman hayati di Papua masih lebih tinggi dibandingkan dengan propinsi lain di Indonesia, seperti di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara. Dalam hal ini Papua menyumbangkan keanekaragaman hayati sekitar 30-50%
Dari segi keunikan dan keendemikan, Papua juga memiliki ekosistem yang lengkap mulai dari terumbu karang, hutan bakau, savana, hutan dataran rendah, pegunungan samapi ekosistem alpin (sekitar 5000 mdpl). Dalam hal manfaat, keanekaragaman hayati ini mempunyai banyak manfaat diantaranya : Sebagai sumber makanan, bahan obat-obatan, sumber devisa, objek wisata dan juga objek penelitian.
Ancaman-Ancaman Potensial
Dari segi keunikan dan keendemikan, Papua juga memiliki ekosistem yang lengkap mulai dari terumbu karang, hutan bakau, savana, hutan dataran rendah, pegunungan samapi ekosistem alpin (sekitar 5000 mdpl). Dalam hal manfaat, keanekaragaman hayati ini mempunyai banyak manfaat diantaranya : Sebagai sumber makanan, bahan obat-obatan, sumber devisa, objek wisata dan juga objek penelitian.
Ancaman-Ancaman Potensial
Disamping kekayaan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi, ternyata di Papua juga mendapatkan ancaman yang perlu untuk perhatikan diantaranya proyek besar dalam bidang infrastruktur, pertambangan (migas) berpengaruh terhadap perusakan dan pemusnahan habitat alam juga kegiatan konversi hutan untuk transmigrasi dan perkebunan. Introduksi spesies eksotik, eksploitir sumberdaya laut yang berlebihan dan yang tak kalah pentingnya adalah ancaman berupa perdagangan ilegal hidupan liar (illegal wildlife trade). Dalam hal perdagangan satwa sudah ada peraturan yang mengaturnya. Komitmen pemerintah cukup bagus yang telah meratifikasi Convention on International trade of Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES), tentu saja dituntut untuk lebih proaktif mengamankan peredaran satwa liar serta sanksi hukum kepada para pelaku perdagangan ilegal.
Perdagangan Ilegal Hidupan Liar
Keberadaan kekayaan keanekaragaman hayati serta spesies endemik, khususnya satwa kadang menyebabkan adanya perburuan, penangkapan serta penjualan satwa. Mulai dari sekedar hobi sampai pada pemenuhan kebutuhan ekonomi. Transportasi yang disinyalir digunakan dalam penyelundupan satwa keluar Papua ini melalui pelabuhan laut dan udara. Kapal “putih” disinyalir merupakan tempat yang aman untuk lolosnya satwa, disamping itu juga melalui kapal “perintis”.
Pada 17 Agustus 1999, Balai KSDA Irian Jaya I menangkap 67 satwa yang terdiri dari 47 nuri merah kepala hitam (Lorius lory ), 6 kakatua jambul kuning (Cacatua galerita triton), 3 nuri daski (Pseudeus fuscata), 1 cenderawasih (Paradisea sp) dan perciki pelangi (Trichoglossus haematodus).
Di Manokwari sebanyak 150 ekor burung nuri berhasil lolos dari kawalan petugas keamanan dan didiga telah dibawa ke luar Papua dengan menggunakan kapal milik PT. Pelni. Burung jenis nuri kepala hitan dibeli dari masyarakat seharga Rp. 25.000-30.000,- sedangkan kalau sudah sampai di kota/luar pulau dijual seharga Rp. 75.000-100.000,- dan pada tahun 2002 ini temukan lagi 14 ekor burung cenderawasih (Paradisea sp) dari sebuah kapal perintis “Marthen Indey” dari kawasan Mamberamo.
Jalur perdagangan di Manokwari ada di beberapa tempat diantaranya dari Prafi, sekitar daerah Wosi-Rendani, Bintuni dan di dalam kota Manokwari sendiri, sedangkan untuk tempat perdagangannya kurang begitu nampak seperti di pasar-pasar/petshop. Jenis nuri dan kakatua selama dalam pemantauan pihak Sub KSDA sebagian besar berasal dari Bintuni yang dibeli dari masyarakat sebesar Rp. 25.000-30.000,-
Di Jayapura keberadaan burung yang diperdagangkan (nuri) dapat dilihat juga di pasar umum seperti di Pasar Hamadi yang berasal dari sekitar kota Jayapura dan Mamberamo dan disalah satu art shop, yaitu Dani Art juga di perdagangkan burung cenderawasih kuning dari Merauke yang telah dikeringkan/diopset dan pembuatan asesoris kepala menggunakan bulu burung cenderawasih, nuri/bayan dan juga bulu kasuari, disamping itu juga telur kasuari dan anak buaya.
Kegiatan yang pernah dilakukan oleh Tim Lantamal V Jayapura sebagai wujud kepedulian mereka yang melakukan “sweeping” satwa di Kapal Teluk Sempit-515 merazia berhasil ditemukan tujuh ekor burung nuri. Ini merupakan salah satu contoh keperdulian dari pihak keamanan terhadap pelestarian satwa dan tentunya perlu dicontoh oleh aparat lainnya.
Sedangkan perdagangan satwa asal Papua yang diperdagangkan di Jakarta/tempat lain diperkirakan dapat melebihi jumlah tersebut, juga dapat ditemukan beberapa burung nuri di Purwokerto, Purbalingga, Ajibarang dan Cilacap(Jawa Tengah). Sudah barang tentu perlu adanya kerja sama semua pihak untuk monitoring agar dapat memutuskan rantai perdagangannya terutama di kota-kota besar.
Pelaku
Yang menjadi pelaku ini biasanya dari pedagang satwa, masyarakat, oknum PNS/anggota TNI/Polri. Latar belakangnya pun berbeda antara satu dengan yang lain , mulai dari sekedar hobi dan tuntutan kebutuhan ekonomi. Disamping itu beberapa masyarakat juga memelihara satwa yang dilindungi, seperti contoh kasus dr. John Manangsang. Ia memelihara 8 cenderawasih, I jalak bali, 2 bayan merah, 1 kakatua raja, 2 rangkong, 1 kakatua putih, 2 elang, 4 mambruk, 1 mambruk emas, 1 burung kelapa, 2 kasuari, 1 kanguru pohon, 3 kanguru tanah, 1 buaya dan 1 kuskus. Contoh lain dari hasil wawancara saat dilakukan investigasi ada beberapa “trik” dari si penjual burung itu yang mengatakan “pakai orang dalam saja Mas agar lebih mudah, misalnya kenalan pada orag polhut/aparat keamanan untuk memudahkan membawanya ke kapal”.
Kurangnya kesadaran dan juga sweeping dari petugas akan ikut mendorong meningkatnya perdagangan satwa dan banyaknya satwa asal Papua yang dibawa ke luar Papua apalagi jika sudah mengenal”sogok”. Kitapun tidak dapat menutup mata bahwa ada masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya alam mereka di sekitar dan dalam hutan, misalnya menangkap burung dan dijual untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi mereka. Jelas pula bahwa kita tidak dapat menghentikan mereka karena tututan ekonomi di areal hak ulayat mereka.
Dari anggota keamananpun juga tidak segan-segan untuk memelihara satwa, contoh kasus di Manokwari anggota keamanan nekat membawa burung yang berhasil di sita oleh Sub KSDA tragisnya lagi pihak keamanan tersebut malah mengancam padahal sudah tahu kalau salah, aneh bukan….?
Tindakan terhadap satwa sitaan
Satwa yang berhasil ditangkap dalam sweeping di sebagian ada yang di masukkan dimasukkan di tempat karantina/penangkaran dan juga ada yang langsung di lepas di alam bebas. Tempat karantina sementarapun keadaannya kurang terawat baik. Kecenderungan satwa menjadi stress dan terjangkitnya wabah penyakit bahkan dapat mati karena kondisi yang kurang sesuai. Sedangkan yang berupa ofset di masukan di tempat tersendiri. Bukan tidak mungkin jika hasil sitaan satwa hidup dalam jumlah besar akan manjadi dilema tersendiri untuk mengkarantinakan. Jelas membutuhkan lebih banyak luasan dan juga pemeliharaan yang lebih baiK.
Penanganan hukum
Usaha pemerintah untuk tangani masalah perdagangan satwa sebenarnya sudah mulai tampak, namun alasan tererbatasan sumberdaya pemerintah yang tidak mungkin melakukan kontrol perdagangan yang tersebar di berbagai daerah terlebih lagi asesibilitas yang rendah dan sulitnya medan. Undang –undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya telah jelas mengungkapkan larangan untuk menangkap, menyimpan, mengeluarkan, merusak satwa yang dilindungi serta adanya sanksi bagi yang melanggar.
Sebenarnya upaya itu sudah dimulai sejak tahun 1998 dengan beberapa kasus yang diputus dipengadilan. Sedikitnya sudah ada 5 kasus yang diputus pengadilan. Kenyataan baik dalam tuntutan jaksa maupun putusan hakim hanya memuat pidana badan yakni dalam bentuk hukuman percobaan tanpa diikuti pidana denda. Pejabat aparatur penegak hukum yang berwenang melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana lingkungan/konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya diantaranya adalah Polri.
Masih lemahnya law-enforcement akan berakibat semakin maraknya perdagangan satwa. Kenyataan dilapangan menunjukkan masih ada sebagian besar anggota Polri/TNI yang memelihara berbagai jenis satwa. Contoh kasus, pihak Sub KSDA Manokwari secara “berat hati” melakukan pelepasan sebanyak 35 ekor burung nuri dan 1 ekor kakatua yang sebelumnya disita dari seorang pegawai PT Panca Duta yang merupakan titipan dari 14 orang anggota Brimob Polda Jatim oleh petugas KSDA. Burung tersebut berasal dari Bintuni. Karena mendapat “tekanan/ancaman” dari anggota Brimob tersebut maka dibuatkan berita acara penyerahan satwa sitaan tersebut agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan Siapa yang harus menindak mereka…?. Hukum terkadang hanya dipandang sebagai formalitas belaka.
Permasalahan
Permasalahan yang timbul dengan masih banyaknya pelaku di Papua yang memelihara satwa liar baik yang dilindungi dan tidak dilindungi serta masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kekayaan biodiversity yang semestinya dimanfaatkan secara bijaksana dan berkelanjutan. Jenis-jenis satwa yang terancam punah dan menjadi primadona orang Papua seperti cenderawasih semakin jarang dijumpai.
Disamping itu tempat penampungan satwa/tempat karantina yang kurang terjaga keberadaannya sering kali membuat satwa stress dan bahkan mungkin akan membuat mereka mati sehingga perlu untuk dipikirkan lebih serius. Belum terbentuknya network yang kuat serta lemahnya law enforcement ditambah lagi kurangnya kampanye dalam pelestarian satwa menambah keberadaan satwa terancam. Hal ini merupakan isu strategis yang perlu mendapat perhatian dan menentukan strategi kedepan dalam integrated action plan.
Pendekatan
Pendekatan yang diambil untuk mencoba mengurai kondisi saat ini adalah melalui external environment dan internal environment . External environment dalam hal ini pihak luar yang ikut bertanggung jawab terhadap keberadaan lingkungan (sumberdaya alam) diantaranya KSDA, TNI/POLRI, Kejaksaan, Pengadilan, Dinas Kehutanan. Peluang dan ancaman yang ditemui meliputi :
Peluang :
1. Otonomi Khusus (UU No. 21 Th. 2001), dimana pihak daerah lebih proaktif untuk melakukan programnya di masing-masing dinas
2. Terbukanya beberapa daerah terisolir, memudahkan penjangkauan dalam inventarisasi jenis
3. Dibentuknya Polsus/Polhut dilapangan yang mendorong untuk lebih meningkatkan peran monitoring satwa.
Ancaman :
1. Krisis ekonomi, moneter dan kepercayaan
2. Penyalahgunaan wewenang dan law enforcement yang tidak jelas serta perhatian yang kurang pada pelanggaran terhadap sumberdaya alam.
3. Keterlibatan oknum yang seharusnya menindak pelanggaran terhadap sumberdaya alam bagi tegaknya law-enforcement.
4. job discription yang tidak jelas antar instansi terkait, terkesan saing menunggu dan mengharapkan.
5. tidak terkoordinasinya kegiatan antar lembaga pemerintah dan pemerintah dengan masyarakat
Peran media massa sangat penting untuk mendidik para pelajar/mahasiswa secara kontinyu memasukkan rubrik tentang sumberdya alam dan permasalahannya.
Membangun sebuah network dalam memonitoring lalu lintas satwa, sehingga dapat dipantau sejauhmana keberadaan satwa dan merancang tindak untuk mengantisipasi semakin maraknya perdagangan satwa, baik ditingkat nasional , propinsi maupun kabupaten tentunya tidak hanya di Papua.
Perlu digaris bawahi jika network sudah terbina dengan baik maka permasalahan di Papua dapat terkontrol otomatis masalah yang ada Jawa dapat di minimalisir. Yang mulai dikerjakan saat ini antara lain adalah pengumpulan informasi dari instansi terkait dan LSM yang bekerja dibidang konservasi, merancang kerjasama monitoring dan ternyata semua itu mendapat respon yang cukup baik.
JENIS-JENIS SATWA YANG DILINDUNGI
MAMALIA
No. | Nama Daerah | Familia | Nama dalam Bahasa Inggris | Species |
1 | Landak Irian, Nokdiak | Tachyglossidae | Spiny anteater | Zaglossus bruijni |
2 | Kanguru tanah | Macropodidae | Wallaby | Dorcopsia muelleri |
3 | Kanguru pohon | Macropodidae | Ornite Tree Kangaroo | Dendrolagus geodfellowi |
4 | Kanguru pohon | Macropodidae | Unicolored Tree Kangaroo | Dendrolagus doridianus |
5 | Kanguru pohon | Macropodidae | Dustry Tree Kangaroo | Dendrolagus ursinus |
6 | Kanguru pohon | Macropodidae | Grissled Tree Kangaroo | Dendrolagus inustus |
7 | Kanguru tanah | Macropodidae | -- | Thylogale stigmatica |
8 | Kanguru tanah | Macropodidae | -- | Thylogale bruijni |
9 | Kubung, Tando | Cynoephalidae | Flying lemur | Cynocephalus variegatus |
10 | Malu-malu | Lorisidae | Slow loris | Nicficebus coucang |
11 | Binatang hantu, Singapura | Tarsiidae | Tarsier | Tarsius bancanus |
12 | Orang Hutan, Mawas | Pongidae | Orang utan | Pongo pygmaeus |
13 | Jenis-jenis Owa tak berbuntut | Hylobatidae | Kloss Gibbon | Hylobates klosii |
14 | U n g k o | Hylobatidae | Darks handed Gibbon | Hylobates agilis |
15 | O w a | Hylobatidae | Silvery Gibbon | Hylobates moloch |
16 | Klampiau | Hylobatidae | Grey Gibbon | Hylobates muelleri |
17 | Sarudung | Hylobatidae | WHite handed Gibbon | Hylobates lar |
18 | Kahau | Cercopithecidae | Proboscis monkey | Nasalis larvatus |
19 | Monyet dije | Cercopithecidae | Crested Celebes macaue | Macaca nigra |
20 | Monyet buntung | Cercopithecidae | Buton macaue | Macaca brunnescens |
21 | Monyet dare | Cercopithecidae | Moor macague | Macaca maura |
22 | Monyet digo | Cercopithecidae | Tongkean macague | Macaca tongkeana |
23 | Bakkoi, Beruk Mentawai | Cercopithecidae | Mentawai pigtailed macague | Macaca pegensis |
24 | Jaya, Lutung Mentawai | Cercopithecidae | Mentawai langur | Presbytis potenziani |
25 | Lutung merah | Cercopithecidae | Maroon leaf monkey | Presbytis rubicunda |
26 | Rungka, Kedih | Cercopithecidae | Banded leaf monkey or Thomas | Presbytis thomasi |
27 | Lutung surili | Cercopithecidae | Javan leaf monkey | Presbytis aygula |
28 | Lutung dahi putih | -- | White fronted leaf | -- |
29 | Jiringan | Cercopithecidae | Monkey | Presbytis frontata |
30 | Simakobu | Cercopithecidae | Pigtailed langur, Snubnosed Monkey | Simias concolor |
31 | Trenggiling | Manidae | Scaly anteater, Pangolin | Manis javanica |
32 | Bajing tanah, Tupai tanah | Sciuridae | Treestriped ground aquirrel | Laricus insignis |
33 | Jelarang | Sciuridae | Black giant squirel | Ratufa bicolor |
34 | Cukbo, bajing terbang | Sciuridae | Spotted Flying Squirrel | Petaurista elegans |
35 | Bajing terbang ekor merah | Sciuridae | Red tailed flying | Lomye horsfiledii |
36 | Kelinci liar Sumatera | Leporidae | Sumatran Shorteared Rabbit | Nesolagus netscheri |
37 | Bajing tanah bergaris empat | Sciuridae | Fourstriped ground Squirrel | Laricus hosei |
38 | Kuskus | Phalangeridae | Phalanger | Phalanger maculatus |
39 | Kuskus | Phalangeridae | Common phalanger | Phalanger orientalis |
40 | Kuskus | Phalangeridae | Bear phalanger | Phalanger ursinus |
41 | Kuskus | Phalangeridae | Celebes phalanger | Phalanger celebensis |
42 | Kuskus | Phalangeridae | Black spotted | Phalanger atrimuculatus |
43 | Kuskus | Phalangeridae | Gray phalanger | Phalanger symotis |
44 | Landak | Hystricidae | Porcupine | Hystrix brachyura |
45 | Sigung, Toledu | Mustelidae | Stink Badger | Mydaus javanica |
46 | Pulusan | Mustelidae | Hognoser Badger | Aretonyx collaris |
47 | Beruang madu | Ursidae | Malayan Sun Bear | Helaratos malayanus |
48 | Musang air | Viverridae | Otter civet | Cynolagal bennetti |
49 | Musang congkok | Viverridae | Bonded linsang | Prionodon linsang |
50 | Musang Sulawesi | Viverridae | Celebes Plant Civet | Macregaligia mussehenbrocki |
51 | Bintarung | Viverridae | Binturong | Arctitis binturong |
52 | Harimau Jawa | Felidae | Javan tiger | Panthera tigris sondaica |
53 | Harimau Sumatera | Felidae | Sumatran tiger | Panthera tigris sumatrae |
54 | Macan Kumbang, Macan Tutul | Felidae | Leopard panther | Panthera pardus |
55 | Harimau dahan | Felidae | Clouded leopard | Neofelis nebulosa |
56 | Kucing hutan, Meong congkok | Felidae | Leopard cat | Felis benglensis |
57 | L u w a k | Felidae | Marble cat | Felis marmorata |
58 | Kucing merah | Felidae | Borncan by cat | Felis badia |
59 | Kucing emas | Felidae | Golden cat | Felis temminckii |
60 | Kucing dampak | Felidae | Flat headed cat | Felis planniceps |
61 | Kucing bakau | Felidae | Fishing cat | Felis viverrina |
62 | A j a k | Canidae | Asiatic wild dog | Cuon alpinus |
63 | G a j a h | Elephantidae | Asian elephant | Elephas maximus |
64 | Tapir, Cipan, Tanuk | Tapiridae | Malay tapir | Tapirus indicus |
65 | Badak Sumatera | Rhinocerotidae | Sumatran Rhino | Dicerorhinus sumatrensis |
66 | Babi rusa | Suidae | Babyrusa | Babyrousa babyrusa |
67 | Badak Jawa | Rhinocerotidae | Javan Rhino | Rhinoceros sondaicus |
68 | R u s a | Cervidae | Rusa/Timor deer | Cervus timorensis |
69 | S a m b a r | Cervidae | Sambar/swamp deer | Cervus unicolor |
70 | Rusa Bawean | Cervidae | Bawean deer, Kuhl's deer | Gyelaphis kuhlii (Cervus kuhlii) |
71 | Kijang | Cervidae | Barking deer | Muntiacus muntjak |
72 | Kancil, Napu, Pelanduk | Tragulidae | Smaller mouse deer large mouse deer | Tragulus javanicus, Tragulus napu |
73 | Banteng | Bovidae | Banteng | Bos javanicus |
74 | Anoa dataran rendah | Bovidae | Law land anoa | Bubalus depressicornis |
75 | Anoa pegunungan | Bovidae | High land anoa | Bubalus quarlesi |
76 | Kambing Sumatera | Bovidae | S e r r o w | Capricornis sumatrensis |
77 | Lumba-lumba timah | Stonidae | Plumboeus dolphin | Sotalia plombea |
78 | Lumba-lumba borneo | Stonidae | Indonesian white dolphin | Sotalia borneensis |
79 | Lumba-lumba Cina | Stonidae | Chinese white dolphin | Sotalia chinensis |
80 | Lumba-lumba gigi besar | Stonidae | Rough toothed dolpin | Steno bredanensis |
81 | Lumba-lumba Malaya | Stonidae | Malayas dolpin | Delphinus delphis, stenella malayan |
82 | Lumba-lumba delpis | Delphinidae | Common dolpin | Delphinus delphis |
83 | Lumba-lumba perut merah | Delphinidae | Red fellied dolpin | Delphinus roseirostris |
84 | Lumba-lumba trawadi | Delphinidae | Irrawady dolpin | Orcaella brevirostris |
85 | Lumba-lumba botol | Delphinidae | Bottle nose dolpin | Trusiops sp. |
86 | P e s u t | Delphinidae | Mahakam dolpin | Orcaella sp. |
87 | Lumba-lumba gromphus | Delphinidae | Bottle nosed gramphus | Gramphus griseus |
88 | Lumba-lumba pemangsa kecil | Delphinidae | Little killer dolphin | Peponocephala electra |
89 | Paus paruh angsa | Ziiphiidae | Guvier's whale | Ziphius cavirostris |
90 | Lumba-lumba tak bersirip punggung | Phocoenidae | Black finiess porpoise | Neophocaena phocancides |
91 | Paus biru | Balaenopteridae | Blue whale | Balaenoptera musculus |
92 | Paus bersirip | Balaenopteridae | Fin whale, Razorback | Balaenoptera physalus |
93 | Paus bongkok | Balaenopteridae | Humpback whale | Megaptera novaeangliae |
94 | D u y u n g | Dugongidae | Dugong | Dugong dugon |
95 | P a u s | Balaenopteridae | Whale's (all species) | Cetacea |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar