Selasa, 11 Januari 2011

ICHTYOLOGI METODE SURVEY PASAR



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Ilmu tentang perikanan banyak dipelajari karena ikan merupakan salah satu sumberdaya yang penting serta berfungsi sebagai ilmu pengetahuan bagi masyarakat. Ikan merupakan salah satu jenis hewan vertebrata yang bersifat poikilotermis, memiliki ciri khas pada tulang belakang, insang dan siripnya serta tergantung pada air sebagai medium atau habitat hidupnya. Jenis ikan sangat bermacam - macam dan sebagian besar tersebar diperairan laut sebab hampir 70 % permukaan bumi terdiri dari air laut dan hanya sekitar 1 % merupakan ikan perairan tawar.
Dengan beragamnya jenis ikan tersebut, maka untuk memudahkan dalam mempelajarinya harus melakukan beberapa tekhnik yaitu : koleksi spesimen ikan, yang penting untuk perkembangan ilmu pengetahuan; kepentingan pendidikan mengenai ichtyologi; serta untuk perlindungan terhadap jenis – jenis ikan tertentu. Selain itu juga diperlukan adanya klasifikasi, yang berguna untuk memudahkan kita dalam mempelajari jenis – jenis ikan yang beranekaragam agar mudah dikenal; untuk mengelompokkan tiap jenis ikan berdasarkan ciri – cirinya; untuk  mengetahui hubungan kekerabatannya; mengetahui evolusi berdasarkan hubungan kekerabatanmya. Dan yang terakhir adalah identifikasi, untuk menempatkan individu – individu kedalam  takson – takson yang telah ditetapkan lebih dahulu.

1.2  Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar kita dapat mengetahui ikan – ikan apa saja yang didapat dan melalui koleksi ikan kita dapat pengetahuan mengenai pengelolaan dan penanganan koleksi.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Empat Ciri Anatomis Yang Merupakan Karakteristik Filum Chordata
                  Meskipu chordate sangat bervariasi dalam penampakanya, chordate di kelompokan dalam satu filum melalui kehadiran empat struktur anatomis yang muncul pada suatu waktu selama masa kehidupan hewan tersebut, sering kali hanya selama perkembagan embrionik. Keempat cirri khas chordate ini adalah : Notocord, tali saraf dorsal berlubang, celah faring, dan ekor pasca anus berotot.
  1. Notocord
Chordata dinamai berdasarkan suatu struktur kerangka, yaitu notochord, yang di temukan pada semua embrio chordate. Notocord adalah batang fleksibel dan longitudinal yang terdapat di antara saluran pencernaan dan tali saraf, terdiri dari sel – sel besar penuh cairan yang terbungkus dalam jaringan serat yang agak kaku. Notokord menyokong kerangka di sebagiaan besar panjang tubuh hewan tersebut. Notockord tetap di pertahankan pada beberapa cohordata invertebrata dewasa dan vertebrata primitive dewasa. Namun demikian, pada sebagiaan besar vertebrata suatu kerangka bersendi yang kompleks berkembang, dan hewan dewasa hanya mempertahankan sisa – sisa notokord embrionik misalnya, sebagai bahan bergelatin pada cakram diantara vertebrat manusia.
B.     Tali Saraf Dorsal Berlubang
      Tali saraf embrio suatyu chordate berkembang dari suatu lempengan Ektoderm yang menggulung dari suatu bentuk tabung yang terletak dorsal terhadap notokordnya. Hasilnya adalah tali saraf yang dorsal dan berlubang yang hanya dimiliki oleh hewan chordate. Anggota filum lain memiliki tali saraf yang tidak berlubang yang umumnya terletak di bagian ventral. Tali saraf suatu embrio chordate berkembang menjadi system saraf pusat ; Otak dan tulang belakang.
C.    Celah Faring
      Saluran pencernaan chordate memanjang dari mulut sampai ke anus. Daerah yang terletak tepat posterior terhadap mulut adalah faring, yang membuka kearah bagian luar hewan melalui beberapa pasang celah. Celah faring ini memungkinkan air yang masuk melalui mulut dapat keluar tanpa harus terus mengalir melalui keseluruhan saluran pencernaan. Celah faring berfungsi sebagai alat untuk memakan suspensi pada banyak chordate invertebrate. Celah – celah tersebut dan struktur yang menyokongnya telah termodifikasi untuk pertukaran gas (pada Vertebrata aquatic), Penyokong rahang, pendengaran,dan fungsi – fungsi lain selama evolusi vertebrata.
D.    Ekor Pascaanus yang Berotot
      Sebagian besar Chordata memiliki ekor yang memanjang kearah yang posterior terhadap anus. Sebaliknya, sebagian besar hewan yang bukan chordate memiliki saluran pencernaan yang membentang hamper di sepanjang tubuhnya. Ekor chordata mengandung unsure otot kerangka serta menyediakan sebagiaan besar gaya dorong pada banyak spesies akuatik (Campbel, 2003).

2.2 IKAN TAK BERAHANG (KELAS AGNATHA)
                  Veterbrata pertama yang ditemukan sebagai fosil adalah ikan tak berahang, ostrakodemi. Beberapa terdapat dalam batu-batuan Ordovisum, meskipun pada zaman Silur mereka terdapat dalam jumlah yang lebih banyak. Hewan ini adalah ikan pipih (15 sampai 30 cm) yang relative kecil (Gambar 40-1), yang mungkin hidup dengan mengisap zat-zat organik dari dasar sungai tempat mereka hidup. Pertukaran gas terjadi pada pasang-pasangan insang interna, dengan tiap insang ditunjang oleh satu lengkung tulang. Air masak melalui mulut, melalui insang dan keluar melalui serangkaian kantung insang yang bermuara dipermukaan. Tidak terdapat sirip, ikan tersebut berenang dengan gerakan undulasi.
   Tubuh diselaput oleh harmas dari tulang. Inilah yang mungkin melindunginya terhadap euriptida besar, yang menghuni habitat yang sama. Juga mengurangi pemasukan air di dalam lingkungan hipotonik. Akan tetapi, insang harus berhubungan dengan air, karena itu pemasukan air secara terus-menerus tidak dapat dihindarkan. Pemecahan masalah ini menggunakan tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi jantung untuk memompa air ke luar dari tubuh. Ostrakodermi mungkin mewarisa tubulus ekskresi seperti nefridia dari moyang  invetebratanya. Perkembangan suatu glumerulus dekat lubang setiap tubulus (nefrostoma) memungkinkan pemindahan cairan (filtrat nefros) dari darah ke tubulus dan kemudian keluar. Sudah tentu, dengan mekaisme tersebut zat-zat yang berharga (misalnya garam ) juga akan terbuang, karena itu kita asumsikan bahwa reabsorpsi zat tersebut terjadi di dalam tubulus. Adanya anyaman kapiler yang memenuhi glumeluri yang mengadakan peningkatan masukandarah yang diperlukan untuk penin gkatan rebsorpsi tubules. Dengan demikian berevolusilah ginjal pertama.
                  Organ ini bukan terutama untuk ekskresi, tetapi untuk mempertahankan keseimbangan air di dalam lingkungan hipotonik. Limbah nitrogen (terutam ammonia) mungkin diekskresikan melalui insang. Hal ini memang terjadi pada ikan air tawar masa kini. Akan tetapi, ginjal petama tersebut membuat pola yang harus disesuaikan dengan kebutuhan ekskresi dan keseimbangan air bagi tiap kelas veterbrata yang berkembang kemudian.
                  Satu-satunya ikan tak berahang yang sekarang masih hidup adalah lamprey, dan ikan hag (hagfish). Hewan-hewan ini masih merupakan vetebrata yang paling primitive. Di sampimg tidak mempunyai rahang, hewan – hewan ini tidak memiliki sirip yang berpasangan. Notokorda di pertahankan selama hidupnya. Notokorda itu tidak pernah diganti secara sempurna dengan kerangka yang terdiri atas tulang rawan, pada tubuhnya tidak terdapat sisik.

2.3 IKAN BERTULANG RAWAN (KELAS CONDRICHTHYES)
                  Kembali kelautan adalah suatu cara melarikan diri yang di tempuh oleh ikan bertulang rawan yang pertama. Ikan – ikan ini ( yang paling awal adalah hiu yang tidak jauh berbeda dengan hiu masa kini) memperoleh namanya dari fakta bahwa kerangkanya terdiri atas tulang rawan dan bukan tulang keras. Seperti halnya plakodermi, ikan hiu mempunyai rahang. “tulang” rahang berkembang dari kedua pasang, pertama lengkung ingsang. Sepasang ingsang tidak di perlukan lagi. Akan tetapi, lubang ini masih terdapat pada beberapa ikan masa kini dan disebut spirakel. Di samping hiu, ikan pari dan belut listrik merupakan anggota kelas ini.
2.4 IKAN BERTULANG SEJATI  ( OSTEICHTHYES)
                  Ikan bertulang sejati menempuh cara kedua untuk mengatasi masalah kekereingan yang terjadi secara berkala. Mereka mengembangkan sepanjang kantung, masih pertumbuhan faring yang berfungsi sebagai paru – paru primitive. Lat ini di kembangkan oleh udara yang di isap melalui mulut. Tubuh – tubuh ikan ini diselaputi oleh sisik, satu – satunya sisa harnas ( pelindung) moyang mereka adalah tulang –tulang kranium (kepala).
                  Ikan – ikan ini dengan cepat (masih dalam jaman devon) terpecah menjadi tiga kelompok berbeda, paleoniskoida, ikan paru – paru dan krosopterigi.
                  Palioniskoida dibedakan dengan adanya sirip berjari (sirip yang tidak ada otot maupun tulang) dan kenyataan bahwa ventilasi paru – paru dilakukan melalui mulut. Banyak dari kelompok ini bermigrasi kelaut selama akhir era (masa) paleozoikum dan mesozoikum. Dalam lingkungan air yang stabil, tidak di perlukan paru – paru, dan alat ini diubah menjadi gelembung renang yang dapat digunakan ikan untuk mengubah daya apung di dalam air. Semua ikan yang diperdagangkan sekarang ( misalnya, salem, tomgkol, mackerel, trout, banding) merupakan keturunan dari kelompok ini.
                  Ikan paru – paru mengembangkan suatu pembaharuan berarti ynag tidak dimiliki oleh moyangnya, lubang hidung,mereka yang pada osteichthyes pertama hanya bermuara keluar dan digunakan untuk membau ( sebagaimana pada semua keturunan paleoniskoid masa kini), mengembangkan lubang internal ke rongga mulut, ini memungkinkanya untuk bernafas diudara dengan mulut tertutup. Pernah sebagai kelompok yang agak berhasil, iakn paru – paru sekarang ini terdapat di beberapa daerah di afrika, Australia dan amerika selatan, dan paru – paru mereka masih memungkinkan untuk bertahan hidup dalam masa kering berkala, penyebaran terpencar luas menunjukan bahwa ikan ini merupakan sisa yang tersaing dari kelompok yang pernah tersebar luas.
                  Krosopterigia juga mempunyai lubang hidung dalam yang dapat digunakan untuk mengembangkan paru – paru. Di samping itu, sirip belakang dan sirip dada (pectoral) mereka bergelambir, yaitu berdaging dan di tunjang oleh tulang. Memperlihatkan bahwa pola tulangnya (satu tulang gelang bahu yang bersambung dengan satu tulang) yang pada giliranya berhubungan dengan dua tulang lainya, dan seterusnya. Adalah pola yang kita temukan pada semua vertebrata berkaki empat. Tiap tulang lenagn dan tulang kaki kita masing masing adalah homolog dengan tulang pada sirip dada dan sirip belakang krosopterigia (Kimball, 1999).

2.5 MENGENAL IKAN KERAPU DAN POTENSI PASARNYA
                  Sub sector perikanan selain menyokong kebutuhan protein hewani bagi masyarakat, juga membuka lapanagan kerja dan menambah pendapatan masyarakat. Hal ini dapat dilihat adanya stabilitas social ekonomi masyarakat yang cukup menonjol, terutama di daerah pesisir, bahkan dewasa ini terjadi peningkatan devisa Negara dari tahun ketahun melalui ekspor komuditas perikanan ini. Salah satu ikan laut komersial yang sekarang banyak di budidayakan dan merupakan komuditas ekspor yaitu ikan kerapu.
                  Ikan kerapu dalam dunia internasional dikenal dengan nama grouper/trout. Ikan jenis ini merupakan ikan konsumsi yang dipasarkan dalam keadaan hidup bdan umumnya dihidangkan di restoran restoran besar. Di laut, umumnya ikan kerapu tersebar didaerah tropis dan sub – tropis serta dapat di jumpai dalam bertbagai jenis. Adapun klasifikasi dan jenis – jenis ikan kerapu yaitu:
Class                                  : Teleostomi/teleostei
Sub-Class                          : Actinopterygii
Ordo                                  : Perciformes
Sub-Ordo                          : Percoide
Familia                              : Serannidae
Sub-Familia                       : Epinephelinae
Genus                                : Cromileptes
Species                              : Cromileptes altivelis

Genus                                : Plectropomus
Species                              : Plectropomus maculates. P. leopardus
Genus                                : Epinephelus
Species                              : Epinephelus suillus. E. fuscoguttatus.
                                            E. malabarricus
Jenis – jenis ikan kerapu
1.      Kerapu bebek/tikus (Chomileptes altivelis)
2.      Kerapu sunuk/sunu/lodi (Plectropomus spp)
3.      Kerapu Lumpur/balong/estuary grouper (Epinephelus spp)
4.      Kerapu macan/flower/carpetcod (Epinephelus fuscoguttatus)
Data dibawah ini adalah suatu gambaran pesebaran pusat tangkap ikan yang berada di propinsi kalimantan timur yang dihimpun dari hasil survey. Di daerah samarinda masih belum ada data lengkap yang menunjukan berbagai jenis ikan yang di jual di pasar – pasar tradisional, namun data di bawah ini dapat memberikan sedikit gambaran ketersediaan fasilitas pendukung dan pendaratan ikan yang tersedia di propinsi ini (Sunyoto, 1993).
A. Ketersediaan Fasilitas dan Prasarana Pendukung
Setidaknya terdapat 10 pelabuhan pendaratan ikan dengan klasifikasi Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) terdapat di Provinsi Kalimantan Timur. Dari 10 pendaratan ikan tersebut, yang menjadi sentra adalah PPI Tarakan. Terletak di desa -Karang anyar Pantai 250 km dari pusat kota Samarinda ibukota provinsi Kalimantan Timur, 3 km dari Tarakan, ibukota Kota Tarakan, 3 km dari ibukota kecamatan Karang Anyar.Kota terdekat adalah Bulungan, Berau,, 50 km dari pelabuhan. PPP Tarakan termasuk pelabuhan perikanan kelas C. Terletak di Pantai Terbuka, dan termasuk dalam perairan - Selat Lingkas. Berada pada wilayah pengelolaan perikanan (WPP-04) Laut Flores dan Selat Makassar. Areal PPP Tarakan seluas 60.000,00 m2 dikelola oleh UPT Daerah (UPTD). Lahan di sekitar PPP Tarakan terdiri dari wilayah -Hak Pakai Lahan -Peruntukan untuk Industri Perikanan.
Fasilitas yang terdapat di PPI Tarakan antara lain adalah dermaga bongkar muat tambat yang dihubungkan oleh jetty sepanjang 210 meter. Di samping itu, terdapat pula penunjang fungsional Tempat Pelelangan Ikan yang menempati areal seluas 450 m2.

B. Ketersediaan Tenaga Kerja / Sumber Daya Manusia
Dari data Badan Pusat Statistik, Kalimantan Timur dalam Angka 2004, disebutkan bahwa jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2003 2.704.851 jiwa. Dari jumlah penduduk ini, pertumbuhan penduduk terbesar terjadi di Kota Tarakan yaitu sebesar 24,4 % dari tahun 2002 sampai dengan 2003. Disusul oleh Kabupaten Nunukan dengan pertumbuhan 22,3 % dan Kabupaten Malinau dengan pertumbuhan 21,6 %. Untuk kabupaten / kota dengan jumlah penduduk terpadat adalah Kota Samarinda, di mana sekitar 20,6 % dari total penduduk tinggal di Samarinda. Berikutnya Kabupaten Kutai dan Kota Balikpapan merupakan wilayah terpada di Kalimantan Timur dengan jumlah penduduk 17,76 % dan 15,85 % dari jumlah penduduk total.
Sedangkan untuk angkatan kerja, selama kurun waktu tahun 2001 sampai 2003, di Provinsi Kalimantan Timur mengalami peningkatan sebanyak 73 ribu orang, dari 1. 082.793 orang menjadi 1.155.770 orang.

C. Perusahaan Pengembang Komoditi Sejenis di Sekitar / Terdekat
Berdasar Buku Direktori Industri Pengolahan, BPS, 2004, disebutkan bahwa di Provinsi Kalimantan Timur setidaknya terdapat 14 perusahaan pengelolaan hasil laut selain ikan, sedangkan untuk pengolahan ikan belum ada. Sentra dari perusahaan-perusahaan ini terletak di Kabupaten Tarakan. Di samping Tarakan, di Balikpapan juga terdapat beberapa perusahaan pengembang komoditi ikan. Perusahaan ini sebagian besar melakukan pengolahan udang menjadi udang beku. Untuk 3 perusahaan pengolah hasil laut selain ikan di Provinsi Kalimantan Timur dapat dilihat pada Tabel 7.7 di bawah ini, dan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran laporan (Anonim. 2008).

BAB III
METODE KERJA
3.1 Waktu Dan Tempat
            Waktu dan tempat dilaksanakanya survey lapangan ini di pasar pagi, pada hari minggu tanggal 16 November 2008 pukul 05.00 – 07.30 Wita.

3.2 Alat Dan Bahan
      3.2.1 Alat – alat
Ø  Kamera
Ø  Alat tulis
Ø  Kantong plastic sample
3.2.2 Bahan –bahan
Ø  Sample ikan

3.3 Cara Kerja
      - Dibentuk kelompok kerja ± 7 orang.
      - Di tentukan tujuan lokasi survey, dalam hal ini yaitu pasar pagi samarinda.
      - Dilaksanankan survey lokasi
      - Dikumpulkan satuvekor untuk tiap jenis ikan yang berbeda.
- Dicatat informasi atau data dari ikan yang diperoleh (cirri, habitat, lokasi, dan         data penting lainya).
            - Dibersihkan sample ikan yang di dapat, dan dibawa ke laboratorium keanekaragaman hayati untuk di lakukan pengawetan dan identifikasi.

DAFTAR PUSTAKA

kimball. W. John. 1999.Biologi Jilid 3 edisi 5. Erlangga; Jakarta

REECE. CAMPBEL. 2003. BIOLOGI Edisi kelima Jilid 2. Erlangga; Jakarta.

Sunyoto, Pramu. 1993. Pembesaran Kerapu Dengan Keramba Jaring Apung. Swadaya; Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar